Senin, 15 November 2010

Sepenggal Catatan Aksi

“Bung, aksi itu tidak ada gunanya, hanya akan di tertawakan,” seorang saudara menepuk pundakku ketika aku mengajaknya berangkat aksi pagi itu.

Tak ada maksud sinis, mungkin hanya mencoba memberitahukanku hal lama. Tapi urung aku terpana sesaat, tak menyangka kata-kata itu meluncur dari mulutnya.

“Ditertawakan?” aku berguman sepi.

“Iya, penguasa dan pejabat di sana hanya akan menertawakan,” ia kembali menegaskan.
Aku menghela nafas, sesak. Meskipun jika apa yang ia sampaikan adalah benar, rasanya berat mendengar itu dari saudara seperjuangan sendiri.

“Ya sudah kalau tidak mau ikut aksi,” aku tak berminat memperpanjang obrolan.

“Aksi tidak merubah apapun.” Dia masih ngotot.

“Banyak cara yang bisa dilakukan mahasiswa untuk menyuarakan kegelisahannya, untuk memberitahu masyarakat kebenarannya, untuk berkontribusi pada bangsa, aksi hanya satu dari sekian cara. Kalau kau pilih cara lain pun tak masalah,” aku mencoba menengahi pendapatnya.

“Sudah saatnya gerakan mahasiswa mencari format gerakan lain. Sekarang aksi hanya jadi tontonan, cari sensasi dan publikasi. Semua bisa direkayasa,”

“Kau benar, tapi…”

“Nah, konon aksi 98’ pun hanya kebetulan saja. Itu bukan gerakan mahasiswa tapi kebetulan belaka. Mana aktivis 98’ yang sekarang masih konsisten dengan apa yang mereka perjuangkan dulu? Semua pragmatis dan penuh kepentingan,”

“Tidakkah kepentingan kita sama, minimal dalam hal ini?” aku balik bertanya.

“Tapi aku bosan dengan semua cara yang kita lakukan, tak juga menghasilkan apapun. Kau lihat sendiri masa aksi kita,” ada nada kecewa dalam ucapannya.

Aku diam. Mental mahasiswa di kampusku entah mengapa begitu surut dalam masalah aksi mahasiswa. Berbeda dengan seruan aksi dari kelompok tertentu. Walaupun ajakannya hanya lewat sms, dengan pemberitahuan seadanya, serentak semua bangkit dan bergegas dalam gelombang aksi. Pada akhirnya ada gerakan yang melaju karena ketaatan, bukan kesadaran untuk turun. Jika kelompok ini yang menyeru, masa turun. Jika gerakan mahasiswa yang menyeru, masa tak bergeming. Well, ini bukan sekedar masalah siapa yang menyampaikan namun muatan aksi dan kesadaran.

Aku terdiam. Mengingat beberapa aksi yang kuikuti, bisa dihitung dengan jari siapa-siapa yang ikut setiap kalinya. Itupun semoga kami yang ikut aksi, (terutama saya) bukan turun karena dalam keterpaksaan dalam tanggungjawab terhadap amanah publik yang di sandang. Berharap sekali, setiap saat selalu ada niat yang diperbaharui untuk lurus.

Kesadaran untuk turun ke jalan dan menyuarakan kegelisahan amat kecil. Bisa jadi banyak saudara lain memilih jalan lain selain aksi, toh tujuannya sama. Tapi jika alasannya ketidakikutsertaan aksi karena capek jalan, panas, males…rasanya terlalu cengeng untuk mahasiswa sekapasitas aktivis.

Secara kuantitas, banyak hal yang menentukan jumlah masa aksi. Pada akhirnya ini berhubungan dengan upaya peningkatan kulaitas yang kita lakukan.

Kurangnya kesadaran politik dan upaya membangun sense of crisis permasalahan social terhadap mahasiswa menjadi pe-er yang tak akan kunjung usai kita soroti. Organisasi mahasiswa seyogyanya memiliki tanggungjawab ini dan kapasitas untuk melakukan kaderisasi nilai.
Secara internal dalam hal merekrut masa, keseharian dan keteladanan para aktivis menjadi satu langkah konkrit dibanding beribu busa pembicaraan teori. Orang akan tertarik dengan nilai yang kita tawarkan ketika akhlak kita berbanding lurus dengan nilai yang kita tawarkan. Tak ada yang sempurna memang, namun bukan itu pembelaannya. Ketidaksempurnaan justru mengajari kita perubahan untuk lebih baik.

Di balik itu semua, bukankah memang demikian tabiat jalan kita. Jika memang aksi menjadi salah satu pilihan kita, sebenarnya sejak awal kita tahu medan kita. Jumlah masa pengikut aksi yang sedikit, jalannya yang penuh rintangan, cemoohan orang-orang. Kita tahu itu kawan.

Pun demikian, seiring perkembangan masa, sejalan dengan aksi yang masih relevan kita jadikan jalan, mari kita buka pintu-pintu lain, kita babat hutan-hutan rimba untuk menemukan jalan lain, menemukan lebih banyak cara menyuarakan kegelisahan ini dengan kesadaran yang sama.

http://www.facebook.com/notes.php?id=1379065987&notes_tab=app_2347471856#!/note.php?note_id=438865658869
Rumah Cinta Al Hida, 22 Oktober 2010