Selasa, 30 September 2014

Resep Ikan Kakap Bumbu Bali

Setelah dari semalam ngidam ikan. Begitu bangun dari kenyataan, saya bergegas sercing resep olahan ikan. tepatnya abis shubuhan sih. Nemu yang asik, cap cus ke pasar pagi deket rumah daaan mulai masak.

Kali ini masak Ikan Kakap Bumbu Bali. Tadinya mau bandeng, inget durinya yang buanyak, beralih ke kakap. Resepnya aselinya pedes, demi si bocil, saya skip cabenya. Gantinya saya ulekin sambel bajak tersendiri. Sebagai variasi, saya menambahkan kemangi dan tomat hijau sebagai pelengkap.

Bahan :
Ikan kakap 1 ekor
Telor ayam rebus 3 butir
Tahu kuning 3 buah

Bumbu dihaluskan :
Bawang merah 7 butir
Bawang putih 4 butir
Kemiri 3 butir
Tomat ukuran sedang 3 buah (diblend)
Jahe secuil
Serai digebrek
Garam 1/2 sdt
Gula 1sdt
Minyak 3 sdm

Pelengkap :
Kemangi
Tomat ijo

Cara Membuat :
1. Cuci bersih ikan, keluarkan isi perut. Rendam dalam perasaan air jeruk nipis, garam dan merica bubuk selama 30 menit.
2. Goreng ikan dan tahu sampai kuning keemasan
3. Tumis bumbu halus, serai sampai harum, masukan tomat yang sudah diblend, tambahkan ikan, tahu, telur sampai bumbu meresap.
4. Masukkan kemangi, tomat hijau, garam, gula, aduk rata.
5. Angkat, sajikan bersama sambal bajak.


Ini tambahannya

Sambel Bajak:
1.Bawang merah 4 siung
2.bawang putih 2 siung
3.cabe rawit 7 buah
4.tomat ukuran sedang 1 buah
5.garam
6.gula
7.perasaan jeruk nipis
8.minyak

Potong-potong semua bahan sambel, tumis dalam minyak panas sampai layu, angkat. Ulek sampai halus, tambahkan garam, gula dan perasaan jeruk nipis. Hidangkan.

Total lama memasak sekitar 1 jam. 30 menit sendiri untuk menunggu ikan selesai direndam garam. Biaya bahan habis sekitar 20 ribu saja, sebagian bumbu kan udah ada di dapur :-)
Selamat mencoba


Rabu, 24 September 2014

Resep Nasi Briyani

Dulu habis makan nasi Briyani di Jakal, langsung naksir sama rasanya. Kaya rempah, gurih dan enaaaak. Sampai nyoba bikin sendiri dengan beberapa resep dari gugel. Secara, bikin sendiri lebih hemat dan puas. 

Relatif mudah pembuatannya meski bumbunya seabrek. Padu padan dari beberapa resep sampai nemu yang pass di lidah. Bahkan bikinnya di rice cooker. Mungkin ada perbedaan dengan resep aselinya, tapi buat saya  yang ini cucok. Sekali nyoba, pengin lagi. Nih resepnya :

Bahan:
1.Beras kualitas bagus 1/2 liter, rendam cuci bersih, 30 menit
2.Dada ayam 1/2kg, potong, cuci bersih, tiriskan dengan air jeruk nipis 15 menit, bilas.
3.Air
4.Yogurt 300ml, bisa susu murni/UHT
5.Bawang bombai
6.Bubuk kayu manis 1 sdt
7.Kapulaga 7 butir
8.Cengkeh 5 butir
9.Bubuk Pala 1/2 sdt
10.Bubuk kunyit 1/2 sdt
11.Lada bubuk
12.Garam
13.Serai, digebrek
14.Air jeruk nipis 3 sdm
15. Margarin untuk menumis

Bumbu halus:
Bawang putih 5 butir
Bawang merah 10 butir
Ketumbar
Kemiri
Jahe 1 ruas kecil

Pelengkap (optional) :
Acar, kismis, sayur panggang.

Acar :
Timun, tomat, wortel, iris kotak.
Bawang merah iris tipis

sayur panggang :
Brokoli, timun, panggang di atas teflon beroles margarin, bolak-balik selama 2 menit.

Cara membuat:
1.Ungkep ayam dengan ulekan bumbu halus, campur dengan bubuk kayu manis, kunyit, pala, kapulaga, serai, lada, garam, cengkeh. Biarkan 30 menit agar bumbu meresap.
2.Masak beras dalam ricecooker dengan sedikit air, tambahkan yogurt, perasan jeruk nipis.
3.Tumis bawang bombai sampai harum dengan margarin, masukkan ungkepan ayam. Masak hingga matang. Masukan ke dalam nasi yang setengah masak.Tambahkan kismis.

Cara membuat acar:
1.Didihkan air, campurkan cuka dengan perbandingan 10:1.
2.Masukan gula pasir dan garam.
3.Rebus wortel sampai setengah masak.Matikan api.
4.Tambahkan timun, tomat, bawang merah.
5.Sajikan

Catatan : 
sdm : sendok makan
sdt : sendok teh


Sabtu, 20 September 2014

Resep Ayam Kecap

Ahad ini mencoba menu baru di rumah. Sercing bentar di pakdhe gugel, langsung cocok sama menu ini. Gampang bikinnya, enak rasanya.
Jumlah bahan dan bumbu saya susutkan sesuai porsi rumah dan ketersediaan di dapur. Total waktu masak sekitar 30 menit.

Ayam Kecap
Bahan:
Ayam 1/2kg, cuci, tiriskan dg air jeruk nipis dan garam 5 menit, cuci lagi.
Bawang putih 4 siung, memarkan.
Bawang merah 5 siung, iris tipis.
Tomat 1 buah, potong kecil
Jahe seiris, memarkan.
Daun bawang, potong kecil.
Kecap manis, 5 sendok makan.
Garam secukupnya
Minyak goreng

Cara membuat :
1.Goreng ayam sampai matang tapi jangan sampai kering.
2.Tumis bawang putih dan jahe sampai harum. Tambahkan bawang merah.
3.Masukan ayam yang telah digoreng, tambahkan garam, lada dan kecap. Aduk rata.
4.Tambahkan tomat dan daun bawang. Angkat.
5.Hidangkan.

Kamis, 18 September 2014

Persalinan Nyaman ala Ochiko

Tanggal 26 Desember 2012 tidak pernah masuk list planing kelahiran anak pertama kami. Meski HPL (hari perkiraan lahir) debay kami 4 Januari 2012, kami sempat berharap kelahiran bisa terjadi secara alami di tanggal-tanggal cantik bulan Desember, 12-12-12 kek, 20-12-2012 kek, atau 31-12 biar sama kayak tanggal nikahan kami.

Melewati trimester kedua, kami mulai merencanakan persalinan pertama ini. Plan A kami persalinan dengan homebirth, waterbirth dan lotusbirth. Selama hamil, kami mendatangi 6 bidan di BPS (bidan klinik swasta), 4 puskesmas, 2 rumah sakit  guna mencari nakes (tenaga kesehatan) yang sesuai dengan birthplan kami sekaligus mensurvei beragam fasilitas kesehatan yang mau mengakomodir plan kami. Well, semua bidan yang kami temui di Sleman menolak untuk homebirth dengan alasan administratif, tidak lagi diperbolehkan dinas kesehatan setempat. Kami menyebrang kabupaten ke Bantul atas rekomendasi seorang kawan dan mendapatkan bidan yang mau mengakomodir homebirth asalkan persalinan terjadi di luar jam kerja dinasnya. Repot juga sih, saya kan tak bisa memastikan jadwal dan jam kelahiran debay kelak.

"Kalo terpaksanya unassisted gak pa-pa ya?" suami mulai mengusulkan dan mewacanakan ide itu dalam otak saya.
"Istikharoh dulu deh," tapi sejak itu, kesiapan untuk unassisted muncul dalam diri saya.

Memasuki pekan ke 37 usia kandungan, saya mulai galau menanti kelahiran debay. Berulang kali menanyakan ke suami, "kenapa debay gak lahir-lahir ya?", kata suami nunggu kami beli perlak buat alas ompol yang belum sempat dibeli. Seringkali komunikasi ke debay, "ayo shalih mau lahir kapan, umi udah kangen nih," paling cuma dijawab gerakan halus dari dalam perut yang artinya ambigu. Sampai nelpon Ibu segala, nanya ke ibu kenapa debay gak lahir-lahir, "lha wong HPL juga belum udah mau lairan," jawab ibu.

Aih aih, bukankah saya sudah berulangkali membaca, belajar dan mencoba memahami bahwa setiap bayi punya waktunya masing-masing untuk launching. Lebih tinggi lagi, tentu saja saya percaya takdir kelahiran seseorang sudah tertulis lampau. Lebih baik menghabiskan waktu jelang HPL dengan lebih optimal memberdayakan diri untuk sambut persalinan bukan? Nyatanya saya justru larut galau dan malah makin jarang menyiapkan diri.

Jalan kaki sehat ke pasar pagi makin jarang saya lakoni. Goyang inul pake gymball pinjaman umi Taqiyya makin jarang tersentuh. Senam hamil downloadan youtube tak lagi diputar. Yoga yang menguras keringat malas dijalani. Membaca artikel kehamilan pun lebih sering dilakukan suami daripada saya. Sampai fiksasi birthplan sampai ketok palu di bidan teakhir juga belum beres.

Jadilah saya bermalas-malasan tak memberdayakan diri di jelang kelahiran. Maunya yang enak-enak saja. Menyisakan latihan pernafasan perut (oleh-oleh latihan teater djadul) tiap pagi saat pup, rileksasi pijat endoprin, pijat perineum, having fun bareng suami, sampai mengkonsumsi nenas dan durian.

26 Desember 2012, 07.30an wib
"Tadi dedeknya gerak-gerak lho pas diajak ngobrol sambil nyanyi," suara suami membangunkan saya. Ia masih asik menyenandungkan lagu karangannya sendiri sementara saya belum sepenuhnya sadar dari tidur. Semalam mati listrik, saya tak bisa tidur sampai dini hari dan merasa masuk angin. Habis shubuh dan rutinitas matsurat, saya memilih tepar meski sempat diajak suami jalan pagi.

07.50an
Merasakan kontraksi pada perut yang sebelumnya belum pernah dirasakan. Ternyata memang rasa kontraksi itu berawal dari pinggang dan menjalar ke depan. Saat kontraksi berlangsung, rasanya gak bisa ngapa-ngapain selain bernafas. Toh saya pikir persalinan masih lama, kelahiran pertama gitu loh. Saya masih sempat jalan belanja keluar kompleks rumah. Pas kontraksi, saya berdiri salting di depan rumah orang. Mau jongkok kok ya malu. Sepulang belanja saya minta suami mulai mencatat waktu kontraksi sementara saya mulai memasak sambil sesekali jongkok menahan sensasi kontraksi. Usai sarapan malah suami ngajak nonton Habibie&Ainun yang rencana kami tonton kemarin. Haduh, rasanya udah gak berani keluar rumah lagi. Apalagi waktu kontraksi mulai berjeda 4-5 menit dengan lama 30-40 menit.

11.00an
Kontraksi terus berlangsung tiap 4 menit. Flek darah muncul. Saya meminta teman datang, membelikan perlak 2meter untuk antisipasi jika saya melahirkan di kasur, kurma dan nangka. Saya asik onlen sambil mendengarkan murrotal anak dengan bersandar pada gymball dan kantong kompres air hangat di pinggang. Suami mulai menyiapkan kolam tempat bersalin meski saya tak yakin akan melahirkan hari itu. Ia juga membeli minuman isotonik dan coklat, lumayan untuk mengalihkan rasa sakit. Oh ya, saat itu saya belum tahu kalo bidan yang sedianya akan membantu persalinan kami mengcancel dengan alasan beda wilayah kerja, tak tega beliau melanggar aturan dinas. Suami saat saya tanya hanya menjawab bahwa bidan sudah dihubungi. Kebetulan sudah ada teman yang siap menjemput juga. Kelak, ucapan kami soal unassisted justru dijabah Tuhan.

13.00an
Teman saya datang. Saya hampir tidak bisa apa-apa. Goyang inul dengan gymball sama sekali tak kuat dilakukan, cuma bisa goyang sambil bersandar ke tembok, itupun saat tak kontraksi sambil berusaha tenang menarik nafas perut. Saya berusaha mengalihkan sensasi kontraksi dengan beragam cara. Duduk salah, berbaring makin tak bisa bernafas, meringkuk tak enak. Jadilah saaat kontraksi berlangsung saya justru jalan kaki bolak-balik di dalam rumah. Saat rasanya begitu menjalar, saya berdiri memeluk suami. Ini efektif bagi saya untuk mengurangi sakit loh. Mungkin karena produksi hormon oksitosin yang meningkat dan membuat saya merasa lebih nyaman. Saat itu kontaksi mulai berlangsung 40-50 detik tiap 4 menit.

14.00an
Saya muntah. Semua menu makan saya keluar sempurna. Ini efek semalam begadang dan masuk angin. Suami sempat panik, sejauh referensi yang ia baca, tak ada kata muntah saat jelang persalinan. Rasanya justru lega, perut kosong dan hanya diisi teh manis setelahnya. Saya memilih duduk di dapur dan menghadap halaman belakang rumah yang terbuka. Menatap rumput dan udara terbuka rasanya jauh lebih segar. Saat kontraksi di waktu ini saya merasakan ada sesuatu yang robek di bawah sana. Saya gak tahu pembukaan berapa saat itu.
"VT ya?" suami menawarkan diri. Saya menggelengkan kepala kuat-kuat. Memang sih kami sudah membaca dan mencoba mempelajari soal pemeriksaan dalam sendiri. Tapi rasanya belum berani deh.


14.30an
Setelah sedari tadi menolak masuk kolam karena  ketuban belum pecah akhirnya saya mengikuti saran suami untuk relaksasi di dalam kolam. Ternyata berendam di dalam kolam relatif mengurangi sensasi gelombang rahim saat kontraksi. Saya mencoba beragam pose saat kontraksi di dalam kolam, duduk, jongkok, setengah berbaring, sambil sesekali menggenggam tangan suami yang berulang kali mengingatkan saya untuk mengoptimalkan pernafasan perut saat muka saya menunjukkan ekspresi hendak mengejan.

"Eh, kayaknya ada yang mau keluar. Ini ketuban ato kepala ya?" saya menarik nafas panjang mengeluarkan gelembung ketuban sebesar bola tenis yang perlahan mengempis sendiri di dalam air. Baru tahu begitu rasanya ketuban pecah di air.

Setelah ketuban pecah, terasa ada dorongan lebih besar dari dalam rahim. Waw, sungguh saya takjub sendiri ketika selesai menghembuskan nafas disertai mengejan (hehe, ini gagal mengatur nafas perut), keluar sendiri kepala bayi dari dalam.

"Yang, kepalanya keluar," teriak saya heboh bahagia. Suami tak kalah heboh dan bersemangat pengin segera melihat kelanjutan persalinan. Rasanya sudah bahagia sekali, saya sempat memanggil teman saya di ruang sebelah yang dipisahkan tirai, "Neng, kepalanya udah keluar loh. Kamu gak pengin liat?".
Rasanya waktu itu cepet banget. Dalam tarikan nafas selanjutnya badan debay meluncur sampai kakinya yang langsung saya terima dengan kedua tangan sendiri. Saya angkat ke dada begitu mendengar tangisnya meledak keras. Ia menangis. Sementara saya begitu takjub dan bahagia mendekapnya.

Saya langsung IMD (Inisiasi menyusui dini) begitu keluar dari kolam. Suami langsung riweh menghubungi bidan BPS terdekat yang dengan segera dijemput teman saya. Debay langsung diadzankan oleh suami saat sedang IMD sambil menunggu kedatangan bidan. Kami ngobrol dengan debay sambil sama-sama tak percaya atas kemudahan proses persalinan ini, alhamdulillah.

Bidan datang 15 menit kemudian dan kaget mendengar penutuan persalinan kami. Kami sempat mengemukakan keinginan menunggu plasenta keluar dengan sendiri dan lotusbirth. Setelah 30an menit tali pusat bayi tak kunjung turun sendiri, saya mempersilakan bidan membantu mengeluarkan plasenta. Tangan bidan juga masuk 3x ke dalam untuk memeriksa dan mengambil sisa jaringan plasenta yang tertinggal. Setelahnya, tentu saja masalah jahit-menjahit nan aduhai bagian perineum yang robek. Saya dijahit luar dalam, masuk level 2 deh. Selama dijahit, debay tetap nyaman berada di atas badan saya. Sudah gak IMD sih, dia tertidur usai mencoba mencari ASInya.

Lotus (membiarkan tali pusat mengering sendiri tanpa sengaja memutusnya) kami juga berjalan lancar meski saat itu bidan yang menangani kala 3 kami tak tahu soal lotus dan meminta kami menandatangani surat pernyataan penolakan pemotongan tali pusat dan vitamin K. Butuh waktu 4 hari sampai plasenta yang itu puput dengan sendirinya. Bayi kami baru ditimbang hari kelima. Beratnya saat itu 2,95kg dan tingginya 48cm. Kami memperkiraan beratnya 3kg saat dilahirkan dengan hitungan BB turun di pekan pertama. Hebohnya, di H+2 kami sudah didatangi bidan puskesmas terdekat atas laporan dari dinas kesehatan setempat soal penolakan pemotongan tali pusat. Kami menjelaskan soal lotus-yang baru diketahui bidan tersebut juga. Kami juga difoto loh, saya, suami, debay dan si plasenta tentu saja. Bidan tersebut mendatangi kami sampai 3x dalam sepekan guna memastikan efek lotus dan kesehatan bayi paska lotus. Bahkan di kunjungan ketiga, beliau menghadirkan dokter anak. Lumayan deh, saya malah konsultasi gratis nanya ini-itu.

Namanya 'Ammar Hafizh Adz Dzikr. Lahir Rabu, 26 Desember 2012 sekitar pukul 14.50. Mohon doanya ya agar si kecil menjadi anak shalih sesuai harapan orangtuanya :-)

New Mom




Setelah melewati lairan yang aduhai akhirnya saya ketiban sampur jadi ibu. Ibu baru dengan seabrek rutinitas baru yang bikin saya (dan suami tentunya) butuh adaptasi. Butuh belajar dan belajar lebih banyak lagi soal bayi dan pengasuhannya. Sebelum punya anak sih saya kira saya dah cukup belajar, cukup mahir dan cukup pengalaman soal bayi, ternyata betul sodara-sodara : saya cukup amatir :-D

Salah satunya nih, soal GS pada bayi. Growth spurt alias lompatan pertumbuhan yang bikin dedek yang kiyut jadi cabi dan pipinya gembil kayak bakpo. Siapa sih yang gak hepi bayinya membesar dan memanjang gitu. Tapi GS ini berefek pada berkurangnya ketentraman tidur saya. Bayi jadi banyak menyusu, lebih rewel dan berkurang porsi tidurnya. Lebih detil soal GS bisa sodara-sodara nanya ke pakdhe Gugel deh, soalnya kalo versi saya gak ilmiah ntar.

Yeah, GS itu diikuti dengan pola nenen yang terus menerus. Kayak si 'Ammar yang mendadak nemplok tiap satu jam, mimi teruuus. Persis perangko kena lem. Kalo kemaren-kemaren biasanya mimi sambil anteng trus tepar tidur, sepekan ini miminya riweh, ribut sambil ngerem-ngerem (berguman gak jelas), kakinya nendang-nendang dan sebentar-sebentar dilepas trus nangis minta asi lagi. Alhasil saya merasa mirip kucing peliharaan saya dulu kalo pas masa menyusui, ikut tepar dan gak bisa kemana-mana karena sebentar-sebentar si dedek kasih signal kelaparan.

Soal jadwal nenennya yang melonjak ini tadinya saya pikir asi saya kurang-ternyata kagak tuh. Posisi menyusui yang salah-enggak juga,udah sesuai pakem pelekatan menyusui. Atau karena dedek gak dapet hindmilk (asi kaya lemak dan mengenyangkan yang letaknya di belakang asi encer foremilk yang keluar di awal proses menyusui dan berfungsi ngilangin rasa haus)-sampai saya perah dulu sebelum kasih ke dedek biar dia dapet hindmilk, tapi kek nya juga enggak. Barulah hari ini saya dapet pencerahan soal periode GS yang terjadi di pekan dan bulan-bulan tertentu dalam masa tumbuh kembang bayi. Rasanya, AHA! Cling! (gambar lampu nyala).

Nah, gejala GS selanjutnya adalah rewel dan jam tidur yang berkurang. Kalo biasanya dia pules, bisa ditinggal macem-macem, ini bobonya cuma setengah jam, bobo satu jam itu jaraang banget, padahal udah ngadep kipas angin, deket pintu, dan sebelumnya udah digendong muter-muter sama abi-uminya dengan beragam pose. Asli dah, butuh variasi gaya saat gendong bayi yang rewel di fase ini, kadang diayun sambil jalan cepet en murojaah, kadang jalan pelan sambil nyenandungin pelan-pelan juga ato malah lari-lari kecil muterin rumah sama abinya sambil nyanyi merah saga, hihihi.

Malam hari adalah saat paling mendebarkan bagi newmom amatir macam saya kalo bayi lagi GS. Abis maghrib sih biasanya dia lelap bentar tapi abis isya sampai jam 24an saya ronda sambil nyanyi lagu begadangnya bang Haji. Masa-masa itu dedek maunya nenen sambil nangis, lepas, nenen lagi trus digendong gantian sama abi-uminya, jogging malam sampai kita mau tepar sementara si dedek masih seger buger nan rewel belom mau merem.

Pernah jam 21an kita bawa dedek naek motor, maksudnya biar dia ngantuk en bobo setelah seharian rewel. Emang bener sih, setelah muterin kompleks perumahan dia merem, sampe rumah langsung ngompol dan ngulet gak nyaman sambil nangis. Tepok jidat dah, lupa tadi gak dipakein pampers dulu. Akhirnya, ronda lagi dah.

Kepikiran juga sih buat ngasih asi perah pas malem dia nenen gaya tarik lepas kek gitu. Biar abi nya bisa bantuin nyusuin sementara saya bisa tepar, capek teu. Tapi kasian juga saya sama dedek en abinya. Kalo sufor sih gak kepikiran sama sekali, eman-eman anak saya. Bunda semua kalo gak darurat, mending jangan kasih sufor deh, udah mihil, gak ada apa-apanya dibanding asi. Pengen beli empeng juga buat menghalau nafsu menghisap dan rewelnya sampe malem, tapi baca efek empeng, wah, gak jadi juga dah. Selain dedek bisa bingung puting, secara medis juga banyak efek sampingnya. Mending ngalah deh rondaan malem-malem, tiap gendong sambil melangkah diniatin jihad biar lebih cetar membahana, hehehe.

Well, setelah melewati seminggu yang bikin mata kayak mata panda, tangan pegel dan betis makin subur, si 'Ammar udah mulai anteng lagi dan kembali ke rutinitas awalnya. Bobo anteng abis mandi pagi, nenennya juga udah gak nampak kelaparan kayak kemaren, 2-3 jam baru minta nenen, bobo juga lebih anteng.

Seneng banget nih abi-uminya, kayaknya butuh perayaan nih- meski bulan-bulan ke depan akan ada hari-hari penuh kejutan GS lagi. Tapi gak papa deh, asal abis itu bodi si dedek naik dan tambah sehat, saya maaah relaaaaa, hihihi. Maklum kita cuma berdua di rumah, orangtua baru, pemula nan amatir lagi, kebayang kan kalo lagi panik dikit-dikit gugling dan buka grupnya emak-emak soal bayi.

Padahal pernah loh sampe jam 12 malem saya gendong si dedek sendirian sementara abinya lagi mabit liqo, wah sampai berurai air mata gendongnya. Anak sama uminya sama-sama nangis, hehe. Makanya kalo lagi periode GS, maunya saya abinya di rumah terus-kalo perlu diiket biar gak pergi-pergi en bisa bantuin gantian gendongin si dedek sehari-semalam. Kagak perlu kerja en nyari duit- makan cinta aja, hahaha.

Masalah newborn bukan cuma GS loh. Soal cucian yang setumpuk akibat ompol, gumoh, keringetan juga jadi ajang olahraga cuci-cuci yang menyehatkan bagi kami. Suhu tubuh dedek naik dikiiit aja bikin kita langsung pasang termometer. Ada upil di idungnya bikin saya panik nyari cottonbud, khawatir dedek gak bisa nafas, ckckckck. Gak BAB sehari ajaaa bikin harap-harap cemas-padahal setau saya sih toleransi bayi asi gak BAB 14 hari loh. Ah, saya emang perlu banyaaaaaak sekali belajar dan terus belajar. Mengurangi rentetan keluhan saat lelah mengasuh dan menambah semangat mencintai si dedek dengan segala kebiasaannya. Bagaimanapun, anak memberikan lebih banyak kebahagiaan daripada secuil kerepotan ini. Betul kan ibu-ibu? Buat para calon ibu, gak usah parno, makin banyak menyiapkan diri insyaallah makin siap :-)

Tukang Cukur

Dulu sewaktu kami masih kecil, Ibu menjadi andalan dalam masalah cukur rambut. Dia tukang cukur keluarga yang patut dibanggakan. Soalnya Ibu sering membuat tren mode rambut tersendiri saat mencukur kami. Hasilnya seringkali baik-baik saja, tapi lebih sering lagi kami harus reparasi cukuran di salon. Terakhir saya dicukur Ibu saat kelas 3 SD. Di bawah pohon pisang di belakang rumah. Hasilnya? Poak alias gagal total. Sejak saat
itu saya dan sodara lain mengikuti jejak tukang cukur Bapak sampai saya SMA. Si Daniel di depan pasar Klampok dan si Rasum di Wirasaba. Herannya 2 tukang cukur itu rada-rada flamboyan dan melambai. :-D


Saat 'Ammar berusia 7 hari, saya meneguhkan hati untuk mencukur rambutnya sendiri yang tipis dan jarang-jarang. Saat dia bobo dan ileran, saya bergegas mengambil gunting dan kres-kres-kres....saya potong sedikit kok aneh, saya potong lebih pendek lagi, kres-kres-kres....

"Umiiii..." Abi tiba-tiba  masuk kamar dan shock melihat rambut 'Ammar yang raib tak beraturan. Saya cuma berhehehehe sambil asik mematut diri sebagai barber keluarga.

"Susah ternyata, rambutnya tipis"

Yaelah, rambut bayi bro!
Untuk pertama kalinya saya menjadi tukang cukur keluarga. Tanpa dibaiat. Tanpa peresmian.


Rambut 'Ammar akhirnya cepat tumbuh. Sudah tak nampak kegagalan cukuran saya. Meski tipis, rambutnya cepat panjang. Mungkin efek minyak kelapa yang dioleskan pada kepalanya setiap pagi. Aduhai, jangan ditanya bagaimana baunya ramuan tradisional bawaan tetangga dari Makasar ini. Bikin mabuk kepayang. Kalo ada semut nemplok di rambutnya bisa dipastikan semut itu akan terjerat karena lengket lalu mati perlahan karena baunya. Sehabis diolesi minyak kelapa rambut 'Ammar akan berkilau. Klimis seperti kumis mandor jaman kompeni.


'Ammar berusia 10 bulan 1 hari ketika rambutnya mulai gondrong. Ditambah mukanya yang kebule-bulean, 'Ammar yang kece sering disangka bayi perempuan. Saya juga gak ngerti kenapa dia suka dibilang bule dengan mata belonya. Abinya berdarah Bugis-Sunda sementara saya Jawa tulen. Mestinya sih dia blasteran Jawa dan mualaf Bugis bukan londobegitu. Meski kakek-nenek moyangnya ada yang nyerempet-nyerempet Belanda tapi itu jauuuh banged.


Tekad saya sudah bulat. Sebelum 'Ammar yang 10 bulan mengalami krisi identitas karena sering disangka cewek, akan saya cukur rambutnya. Tadinya saya berencana nyukur pas dia lagi bobo. Mumpung lagi diem. Tapi saya teringat bukit setrikaan yang menggunung. Okelah saya nyetrika dulu. Begini-begini saya kan pekerja rumah tangga yang handal


Begitu 'Ammar bangun saya datang membawa sebuah gunting. Tadinya mau bawa bambu runcing tapi udah gak up to date, jadilah saya bawa gunting biar praktis. 'Ammar memandang saya curiga. Saya menatapnya penuh kasih. 'Ammar makin curiga dan menggelengkan kepalanya ketika saya mulai memegang ujung rambut ikalnya.


"Tenang 'Ammar, Umi bukan mau ngebunuh kamu kok. Dicukur ya biar makin ganteng" ucap saya merayu. Ajaib 'Ammar diam takzim. Asik utak-utik mainan bebek yang saya boyong ke kamar. Padahal saya pikir 'Ammar bakal ngamuk trus merangkak muterin kamar sambil makan beling. Ternyata dia cukup kooperatif.

Kres-kres-kres, 'Ammar takjub memegang rambutnya yang jatuh. Saya jadi inget novel Tere Liye-Daun Yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin. Rambut ini pastinya juga gak dendam kan ke saya batin saya mellow. Setelah sisi kanan mulai beres, saya berpindah ke sisi kiri. Aduh, kok cukuran saya gak simetris ya panjang pendeknya. Saya asal menggunting rambutnya sana-sini. Kalo 'Ammar nengok kanan saya gunting yang kiri. Tengok kiri saya gunting kanan. Tengok atas, saya insyaf dari menggunting mulutnya. Putus asa dengan hasil guntingan yang kacau, saya ambil cukurang jenggot Abinya. Pelan-pelan saya rapikan. Kulit kepala bagian depan berdenyut-denyut tanda dia kehausan, saya makin panik. Makin asal mencukur.


Selesai. Saya menatap 'Ammar sekilas. Kepalanya gundul mengingatkan saya pada alien. Ammar memainkan rambut-rambut kepalanya yang berjatuhan. Yah, 'Ammar memang alien. Dia makhluk asing di rumah kami yang keberadaannya dirindukan. Makhluk asing dengan bahasa yang berbeda. Dia mengkomunikasikan segala sesuatu dengan bahsa tubuh dan tangisan bayi yang khas. Saya dan Abinya belajar memahami. Dia juga belajar beradaptasi dengan dunia barunya di bumi yang berbeda dengan dunia lamanya di rahim. Dia benar-benar alien yang merebut perhatian dunia kami.


Puk-puk. Ammar menepuk tangan saya. Kepala plontosnya membuat saya silau terkena pantulan cahaya dari jendela. Ini kegagalan kedua saya saat mencukur rambut 'Ammar. Paling tidak saya sadar bahwa profesi barber tidak cocok untuk saya. Saya lebih cocok jadi boss barbershop.

"Papung yuk 'Ammar. Kita bersihin rambut kamu" 'Ammar nyengir. Dia selalu suka bermain air. Sama seperti di rahim, dunianya dulu.

Rinai Hujan

“Dibooking atas nama siapa Mbak?” tanyaku memandang ke depan. Perempuan yang melamun di hadapanku kembali menatapku sambil tersenyum. Udara gerah. Awan yang mendung tak kunjung menurunkan hujan. Kipas angin berputar di angka dua. Andai tak ada pelanggan, ingin ku raih kipas di belakangnya dan menaikan volume sampai tiga. Pol.

“Hujan,” katanya.

“Eh?”

“Rinai Hujan,” jawabnya lagi.

“Namanya?” aku linglung dibuatnya.

“Rinai Hujan Mbak.” Tegasnya sambil memberikan kartu identitas. Aku ber o pelan kembali menekuri layar monitor.

“Baik, sudah terbooking Jogja-Balikpapan jam 08.35-11.20 atas nama Rinai Hujan. Total 607.000. Time limit pembayaran sore ini pukul 17” ucapku kembali seirama. Irama khas customer service saat melayani pelanggan pemesanan tiket. Ting ting tong tung.

“Saya ambil uang di ATM depan dulu,” si mbak Rinai Hujan beranjak dari duduknya. Tepat di depan kantor kami, seberang jalan, ada ATM berikut kantor cabang salah satu bank.

“Silakan” aku tersenyum tak sabar. Senyum pada si Mbak yang akan keluar sehingga aku bisa menjangkau kipas angin di belakangnya. Juga senyum senang karena hujan rintik mulai turun. Selamat tinggal udara gerah.

Eh,” langkah si Mbak Rinai terhenti saat tangannya hendak mendorong pintu. Aku yang keburu berdiri urung duduk. Wajahnya terarah padaku tepat saat hujan mulai deras.

“Ada salam dari si kecil,” katanya.

“Si kecil?” aku bertanya bingung.

Ia tersenyum ganjil sambil menunjuk atas. Atap? Langit? Hujan? Ia bergegas keluar dengan payung biru. Menyeberang jalan yang basah.

“Ada apa Mi?” suamiku keluar dari ruang sebelah. Sebutir nasi tertinggal di sudut mulutnya. Ia mendapatiku tertegun di depan kipas.

“Itu, hujan…” aku bingung harus berkata apa.

Perempuan dengan nama Rinai Hujan itu tidak pernah kembali setelahnya. Ia tak pernah mengkonfirmasi pemesanan tiket yang sudah dibooking. Ia hanya turun menyampaikan pesan.

#untuksikecilku