Kamis, 02 Oktober 2014

Jelang Menyapih Dengan Cinta

Gegara status fesbuk mbak Fitri Iing soal anaknya yang sukses disapih, saya jadi galau. Bukan khawatir gak bisa nyapih tapi mendadak khawatir kehilangan.

Dengan semangat 88-tahun lahir bo, saya dan suami berkomitmen memberikan ASI pada anak kami hingga tuntas 2 tahun. Sebagai muslim, ada anjuran terkait itu dalam al quran. Selebihnya fakta berbicara soal kelebihan ASI yang tak tertandingi oleh susu lain, susu sapi segar, uht, formula, kental manis, lewat. Walaupun sih kami kadang kasih susu segar dan uht pada anak untuk rekreasi rasa, itupun setelah 1 tahun usianya.

Balik lagi soal sapih menyapih. Sejak hamil sakjane saya udah gabung grup ibu2 yang bahasannya salah satunya ini. Denger dan baca pengalaman teman soal menyapih dengan cinta.

Menyapih dengan kesiapan, tanpa paksaan dan tipuan. Kan banyak tuh ibu2 jadul yang nyapih dengan meletakan brontowali, kunyit, bahkan obat merah-beneran ada yg cerita gini, ke payudara mereka saat hendak menyapih.Menyapih dengan cinta ini anak diberi pengertian tentang masa berlaku disusui, hihihi. Piye jal memahamkan anak usia 2 tahun dengan konsep ini. Anak saya masih 3 bulan lagi melewati ritual sapih.

Namun menyapih dengan cinta ini juga diperbolehkan dengan menunda penyapihan sampai anak berhenti dengan sendirinya. Meski pemberian pemahaman dan usaha penyapihan tetep jalan ya. Biasanya ada anak yang ngotot tetep menyusu, gak papa.

Dari situlah saya merasa kudu menyiapkan strategi menyapih. Kudu ini kudu itu. Lah, jelang penyapihan malah galau. Gimana kalo Ammar dengan sukarela nolak ASI? Ah, rasanya sedih. Selama ini sih iya suka ngeluh kalo lagi riweh, bocil minta ASi. Lagi sakit, selalu nemplok ASI. Mo bobo, mimi ASI. Sampai pegel punggungnya berbaring miring untuk menyusui. Tapi kalo menyapih? Rasanya seperti berpisah. Seseorang yang selama ini bergantung pada kita, mulai lebih mandiri. Nak, Umi malah ngerasa belom siap T.T

Tidak ada komentar: