Rabu, 01 Desember 2010

Berdamai Dengan Usia

Berumur dalam hidup seyogyanya membelajarkan kita kearifan hidup. Hitungan waktu memang menuakan kita, menghampiri kita dengan banyak pengalaman namun mampu menyelesaikan sekian beban di atas usia kita adalah perkara kedewasaan. Kemampuan memetik hikmah pengalaman tidak selalu diukur dari usia biologis.

Kehidupan selalu memiliki pintu hikmah yang kunci-kuncinya terhampar luas di bumi. Tak selalu yang berumur menemukan rahasia kehidupan, bisa jadi yang muda mampu menembus batas dan menemukan makna hidup. Sejauh mana kita melangkahkan usia kita dan mengkaryakannya?


Melangkah Saat Dewasa
“Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan ke- padanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. “

Terjemahan surat cintaNya dalam Al Qashash ayat 14 di atas menunjukan betapa Allah mempertimbangkan usia dan kematangan akal pada diri seseorang sebelum akhirnya bebankan amanah.

Disadari maupun tidak, berbagai aturan main dalam beribadah seperti kewajiban shalat dan puasa mencantumkan satu syarat yaitu baligh. Mampu secara usia. Allah tidak membebankan suatu kewajiban sebelum seorang muslim itu memiliki kematangan usia dan akal dalam berpikir untuk mengetahui suatu perkara.


Ketika Jiwa Melompati Masa
Sejarah mencatat siapa kanak-kanak pertama yang menyambut seruan Rasulullah. Ialah Ali bin Abi Thalib yang berusia sekitar sepuluh tahun saat itu, seorang anak yang jiwanya mampu melewati masanya. Semula ia ragu menerima Islam dan hendak bermusyawarah dulu dengan ayahnya, Abu Thalib. Namun keesokan harinya ia mendatangi Nabi sholallohu ’alaihi wasallam dan menyatakan masuk Islam. Ketika ditanya apakah ia memberitahu ayahnya, Ali yang masih sangat belia menjawab mantap, ”Allah menciptakan saya tanpa bermusyawarah dengan ayah saya, maka mengapa saya harus bermusyawarah dengan ayah saya untuk menyembah-Nya?”

Bukankah tidak semua kedewasaan diukur dari usia? Kita temukan banyak anak-anak dengan beban di atas usia mereka. Anak-anak dengan tanggungjawab melebihi kapasitas akal normal. Dalam jiwa-jiwa bening kanak-kanak, kita temukan cahaya yang memesona. Usia muda tidak menghalangi masuknya cahaya iman dan nikmatnya amal dalam Islam.


Maka sesungguhnya lama berusia saja tidak cukup dalam memaknai usia. Ada sejumput kemampuan mengelola perasaan dalam sisi humanisme dan spirit religius dalam hubungan transedental yang mempengaruhi kedewasaan.

Bagaimana dengan usia kita? Bisa jadi banyak hal yang kita lewatkan di masa lalu. Ada sekian catatan yang belum terpenuhi dalam rencana usia kita. Ada sekian impian yang berlum terealisasikan di sudut usia kita. Maka, marilah berdamai dengan usia, memanfaatkan yang tersisa dengan baik dan bijak dibandingkan menekuri masa lalu kita karena sungguh kita tak tahu kapan ajal menjemput dan menghabiskan waktu kita.


*Rumah cinta alhida, november yang berlari
insyaAlloh dimuat dalam buletin TEMPIAS

Tidak ada komentar: