Kamis, 18 September 2014

Tukang Cukur

Dulu sewaktu kami masih kecil, Ibu menjadi andalan dalam masalah cukur rambut. Dia tukang cukur keluarga yang patut dibanggakan. Soalnya Ibu sering membuat tren mode rambut tersendiri saat mencukur kami. Hasilnya seringkali baik-baik saja, tapi lebih sering lagi kami harus reparasi cukuran di salon. Terakhir saya dicukur Ibu saat kelas 3 SD. Di bawah pohon pisang di belakang rumah. Hasilnya? Poak alias gagal total. Sejak saat
itu saya dan sodara lain mengikuti jejak tukang cukur Bapak sampai saya SMA. Si Daniel di depan pasar Klampok dan si Rasum di Wirasaba. Herannya 2 tukang cukur itu rada-rada flamboyan dan melambai. :-D


Saat 'Ammar berusia 7 hari, saya meneguhkan hati untuk mencukur rambutnya sendiri yang tipis dan jarang-jarang. Saat dia bobo dan ileran, saya bergegas mengambil gunting dan kres-kres-kres....saya potong sedikit kok aneh, saya potong lebih pendek lagi, kres-kres-kres....

"Umiiii..." Abi tiba-tiba  masuk kamar dan shock melihat rambut 'Ammar yang raib tak beraturan. Saya cuma berhehehehe sambil asik mematut diri sebagai barber keluarga.

"Susah ternyata, rambutnya tipis"

Yaelah, rambut bayi bro!
Untuk pertama kalinya saya menjadi tukang cukur keluarga. Tanpa dibaiat. Tanpa peresmian.


Rambut 'Ammar akhirnya cepat tumbuh. Sudah tak nampak kegagalan cukuran saya. Meski tipis, rambutnya cepat panjang. Mungkin efek minyak kelapa yang dioleskan pada kepalanya setiap pagi. Aduhai, jangan ditanya bagaimana baunya ramuan tradisional bawaan tetangga dari Makasar ini. Bikin mabuk kepayang. Kalo ada semut nemplok di rambutnya bisa dipastikan semut itu akan terjerat karena lengket lalu mati perlahan karena baunya. Sehabis diolesi minyak kelapa rambut 'Ammar akan berkilau. Klimis seperti kumis mandor jaman kompeni.


'Ammar berusia 10 bulan 1 hari ketika rambutnya mulai gondrong. Ditambah mukanya yang kebule-bulean, 'Ammar yang kece sering disangka bayi perempuan. Saya juga gak ngerti kenapa dia suka dibilang bule dengan mata belonya. Abinya berdarah Bugis-Sunda sementara saya Jawa tulen. Mestinya sih dia blasteran Jawa dan mualaf Bugis bukan londobegitu. Meski kakek-nenek moyangnya ada yang nyerempet-nyerempet Belanda tapi itu jauuuh banged.


Tekad saya sudah bulat. Sebelum 'Ammar yang 10 bulan mengalami krisi identitas karena sering disangka cewek, akan saya cukur rambutnya. Tadinya saya berencana nyukur pas dia lagi bobo. Mumpung lagi diem. Tapi saya teringat bukit setrikaan yang menggunung. Okelah saya nyetrika dulu. Begini-begini saya kan pekerja rumah tangga yang handal


Begitu 'Ammar bangun saya datang membawa sebuah gunting. Tadinya mau bawa bambu runcing tapi udah gak up to date, jadilah saya bawa gunting biar praktis. 'Ammar memandang saya curiga. Saya menatapnya penuh kasih. 'Ammar makin curiga dan menggelengkan kepalanya ketika saya mulai memegang ujung rambut ikalnya.


"Tenang 'Ammar, Umi bukan mau ngebunuh kamu kok. Dicukur ya biar makin ganteng" ucap saya merayu. Ajaib 'Ammar diam takzim. Asik utak-utik mainan bebek yang saya boyong ke kamar. Padahal saya pikir 'Ammar bakal ngamuk trus merangkak muterin kamar sambil makan beling. Ternyata dia cukup kooperatif.

Kres-kres-kres, 'Ammar takjub memegang rambutnya yang jatuh. Saya jadi inget novel Tere Liye-Daun Yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin. Rambut ini pastinya juga gak dendam kan ke saya batin saya mellow. Setelah sisi kanan mulai beres, saya berpindah ke sisi kiri. Aduh, kok cukuran saya gak simetris ya panjang pendeknya. Saya asal menggunting rambutnya sana-sini. Kalo 'Ammar nengok kanan saya gunting yang kiri. Tengok kiri saya gunting kanan. Tengok atas, saya insyaf dari menggunting mulutnya. Putus asa dengan hasil guntingan yang kacau, saya ambil cukurang jenggot Abinya. Pelan-pelan saya rapikan. Kulit kepala bagian depan berdenyut-denyut tanda dia kehausan, saya makin panik. Makin asal mencukur.


Selesai. Saya menatap 'Ammar sekilas. Kepalanya gundul mengingatkan saya pada alien. Ammar memainkan rambut-rambut kepalanya yang berjatuhan. Yah, 'Ammar memang alien. Dia makhluk asing di rumah kami yang keberadaannya dirindukan. Makhluk asing dengan bahasa yang berbeda. Dia mengkomunikasikan segala sesuatu dengan bahsa tubuh dan tangisan bayi yang khas. Saya dan Abinya belajar memahami. Dia juga belajar beradaptasi dengan dunia barunya di bumi yang berbeda dengan dunia lamanya di rahim. Dia benar-benar alien yang merebut perhatian dunia kami.


Puk-puk. Ammar menepuk tangan saya. Kepala plontosnya membuat saya silau terkena pantulan cahaya dari jendela. Ini kegagalan kedua saya saat mencukur rambut 'Ammar. Paling tidak saya sadar bahwa profesi barber tidak cocok untuk saya. Saya lebih cocok jadi boss barbershop.

"Papung yuk 'Ammar. Kita bersihin rambut kamu" 'Ammar nyengir. Dia selalu suka bermain air. Sama seperti di rahim, dunianya dulu.

Tidak ada komentar: